Blogger Widgets

Rabu, 14 Januari 2015

LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

A.      Pengertian layanan
Layanan adalah suatu jasa yang diberikan oleh sesesorang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam layanan terdapat hubungan timbal balik antara yang memberi layanan dan yang membutuhkan layanan, jadi layanan diberikan berdasarkan kebutuhan.
Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai
(1)  cara melayani.
(2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang).
(3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
Layanan pendidikan merupakan satu kajian penting untuk memenuhi kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.

B.       Layanan bagi anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbatasan atau hambatan dalam segi fisik, mental-intelektual, maupun sosial emosional. Kondisi yang demikian, baik secara langsung atau tidak berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka. Untuk itu layanan sangat diperlukan bagi mereka, untuk dapat menjalani kehidupannya secara wajar.
Secara umum kondisi anak-anak berkebutuhan khusus memang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Namun keadaan yang demikian, bukan berarti layanan yang diberikan selalu berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mungkin saja anak anak berkebutuhan khusus secara umum memerlukan layanan sebagaimana anak anak pada umumnya (ini juga dapat lihat pada standar isi kurikulum 2005 yang terstandarkan untuk anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunalaras), dan hanya pada beberapa bidang yang memerlukan layanan atau pendampingan khusus. Artinya, untuk beberapa jenis anak berkebutuhan tersebut sebagian besar dapat mengikuti layanan pendidikan sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Dari segi waktu, pemberian layanan pada anak berkebutuhan khusus juga sangat bervariasi. Tidak semua anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan sepanjang hidupnya, ada kalanya layanan bagi mereka bersifat temporer. Anak-anak mungkin hanya membutuhkan layanan dalam beberapa periode waktu. Contohnya anak-anak tunanetra membutuhkan layanan orientasi dan mobilitas hanya diperlukan pada tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar. 


Demikian juga bina komunikasi untuk anak tunarungu, bina diri dan gerak untuk anak tunadaksa, bina diri dan sosial untuk anak tunalaras. Namun untuk anak anak yang berklasifikasi berat, memerlukan berbagai layanan yang lebih lama untuk menumbuhkan kemandirian mereka.
Ada beberapa jenis layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup:
1.      layanan medis dan fisiologis
2.      layanan sosial-psikologis
3.      layanan pedagogis/pendidikan
Jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing, dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anak

model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus


A.      Model layanan anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus  memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam,  baik dari  segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model  layanan pendidikan tersebut,   dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.  Ada beberapa  model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini.

1.      Model Segregasi
Model segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Dalam praktiknya,  masing-masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususanya tersebut. Contohnya : SLB/A, lembaga pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya.
Kelebihan dari model ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan  semangat menyongsong  kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya  yang sama-sama mengalami/menyandang ketunaan, (3) anak  termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan  anak lebih mudah bersosialisasi  tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak  lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya  di masyarakat, dan  (3) anak  merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkelainan.

2.      Model Kelas Khusus
Sesuai dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum/regular. Keberadaan kelas khusus tidak bersifat permanen,  melainkan didasarkan pada ada / tidaknya anak-anak yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut. Pada kelas khusus biasanya  terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual  (individualized instruction)  karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.
kelebihan model ini adalah (1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan relative homogen, (2) potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya  menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil, (3) secara  sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan diri karena berada dalam lingkungan yang normal.
Kelemahannya adalah (1) anak berkebutuhan khusus kadang- masih mendapatkan stigma negative dari sebagian temannya  sehingga dapat mengganggu/ menghambat perkembangan belajarnya, (2) anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus. dan (3) sebahagian orangtua  kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak berkebutuhan khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus dalam kelas khusus.

3.      Model Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Oleh karena itu,  dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut,  maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988).
Kelebihan Model ini adalah (1) anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja, (2) dalam  perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan komunikasi dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya, dan (3) secara psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri, menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
Kelemahan (1) anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang terpisah dari anak yang, (2) anak merasakan terbatas dalam mengembangkan interaksi dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal, karena anak-anak dikelompokkan berdasarkan jenis ketunaan tertentu,  sehingga kadang-kadang timbul sikap permusuhan diantara kelompok mereka.

4.      Model Guru Kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang  ada atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan  atau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus. Di tempat-tempat tersebut dibentuk sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi  kelompok belajar yang menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD  terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat.
Kelebihan model ini adalah (1) anak dapat lebih  mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke  jauh karena sudah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya, (2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat  belajar, (3) anak-anak  memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
Kelemahannya adalah (1) layanan pendidikan dengan  guru kunjung dalam banyak hal masih sulit diterapkan  karena memerlukan jaringan kerjasama  berbagai pihak, (2) ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain  keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran, (3) orangtua anak ABK di daerah terpencil  umumnya masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar  belajar, dan (4) masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar.

5.      Model pendidikan terpadu / integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagaian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10 % dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
kelebihan model ini adalah (1)  anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas,(2) dari  perkembangan sosial, anak lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut, (3) secara  psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang berkategori normal.
kelemahan, adalah (1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat belajar, (2) dalam kondisi tertentu, anak   menjadi bahan olok-olokan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi tertekan, dan (3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada .