konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
A.
Pengertian
layanan
Layanan adalah suatu jasa yang diberikan oleh sesesorang
kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam layanan terdapat hubungan
timbal balik antara yang memberi layanan dan yang membutuhkan layanan, jadi
layanan diberikan berdasarkan kebutuhan.
Dalam beberapa
terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai
(1) cara melayani.
(2) usaha
melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang).
(3) kemudahan
yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
Layanan
pendidikan merupakan satu kajian penting untuk memenuhi kebutuhan anak-anak
berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan
karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
B.
Layanan
bagi anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus
adalah anak-anak yang mengalami keterbatasan atau hambatan dalam segi fisik,
mental-intelektual, maupun sosial emosional. Kondisi yang demikian, baik secara
langsung atau tidak berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka. Untuk itu
layanan sangat diperlukan bagi mereka, untuk dapat menjalani kehidupannya secara
wajar.
Secara umum kondisi
anak-anak berkebutuhan khusus memang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Namun keadaan yang demikian, bukan berarti layanan yang diberikan selalu
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mungkin saja anak anak berkebutuhan
khusus secara umum memerlukan layanan sebagaimana anak anak pada umumnya (ini
juga dapat lihat pada standar isi kurikulum 2005 yang terstandarkan untuk anak
tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunalaras), dan hanya pada beberapa bidang
yang memerlukan layanan atau pendampingan khusus. Artinya, untuk beberapa jenis
anak berkebutuhan tersebut sebagian besar dapat mengikuti layanan pendidikan
sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Dari segi waktu,
pemberian layanan pada anak berkebutuhan khusus juga sangat bervariasi. Tidak
semua anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan sepanjang hidupnya, ada
kalanya layanan bagi mereka bersifat temporer. Anak-anak mungkin hanya
membutuhkan layanan dalam beberapa periode waktu. Contohnya anak-anak tunanetra
membutuhkan layanan orientasi dan mobilitas hanya diperlukan pada tingkat
satuan pendidikan Sekolah Dasar.
Demikian juga bina
komunikasi untuk anak tunarungu, bina diri dan gerak untuk anak tunadaksa, bina
diri dan sosial untuk anak tunalaras. Namun untuk anak anak yang berklasifikasi
berat, memerlukan berbagai layanan yang lebih lama untuk menumbuhkan
kemandirian mereka.
Ada beberapa jenis
layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup:
1. layanan
medis dan fisiologis
2. layanan
sosial-psikologis
3. layanan
pedagogis/pendidikan
Jenis layanan
tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing,
dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anakmodel layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
A.
Model
layanan anak berkebutuhan khusus
Anak
berkebutuhan khusus memiliki tingkat
kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi
maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat
tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman
karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan
pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya
untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhannya. Ada beberapa model layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang
modern/terkini.
1.
Model
Segregasi
Model segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama
dikenal dan diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model
ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari
kelompok anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Dalam
praktiknya, masing-masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama
dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususanya
tersebut. Contohnya : SLB/A, lembaga pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B,
lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C, lembaga pendidikan untuk anak
tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E lembaga
pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang,
sekolah anak berbakat, dan sebagainya.
Kelebihan dari model ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga
dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan
semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih
mudah beradaptasi dengan temannya yang sama-sama mengalami/menyandang
ketunaan, (3) anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama
temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah
bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa
kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan
anak lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan
mereka yang normal, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan
anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan
sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan
ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang
tergolong berkelainan.
2.
Model
Kelas Khusus
Sesuai dengan
namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah
khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum/regular. Keberadaan kelas khusus
tidak bersifat permanen, melainkan didasarkan pada ada / tidaknya
anak-anak yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut.
Pada kelas khusus biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat
kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran
individual (individualized instruction) karena masing-masing anak
memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu
anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop out atau untuk menemukan
gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas
khusus bersifat fleksibel.
kelebihan model ini adalah (1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan
pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya karena
anak dikelompokkan relative homogen, (2) potensi anak dapat lebih cepat
berkembang karena pembelajarannya menggunakan pendekatan individual atau
kelompok kecil, (3) secara sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan
diri karena berada dalam lingkungan yang normal.
Kelemahannya adalah (1) anak berkebutuhan khusus kadang- masih
mendapatkan stigma negative dari sebagian temannya sehingga dapat
mengganggu/ menghambat perkembangan belajarnya, (2) anak berkebutuhan khusus dalam
bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang
bukan kategori anak berkebutuhan khusus. dan (3) sebahagian orangtua
kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak berkebutuhan khusus apalagi
kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus dalam kelas khusus.
3.
Model
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai
adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan
khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang
dialaminya. Oleh karena itu, dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna
rungu, tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang
disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi
secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD
Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang
memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan
berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk
sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara
akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988).
Kelebihan Model ini adalah (1) anak merasa berada dalam dunia yang
lebih luas, tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja, (2)
dalam perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan
komunikasi dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya, dan
(3) secara psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri,
menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
Kelemahan (1) anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam
lingkungan yang terpisah dari anak yang, (2) anak merasakan terbatas dalam
mengembangkan interaksi dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal,
karena anak-anak dikelompokkan berdasarkan jenis ketunaan tertentu,
sehingga kadang-kadang timbul sikap permusuhan diantara kelompok mereka.
4.
Model
Guru Kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK
yang ada atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah
kepulauan atau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan
khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus. Di tempat-tempat
tersebut dibentuk sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh
layanan pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi kelompok
belajar yang menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan
materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari,
membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan
sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD terdekat. Guru
kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah
induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat.
Kelebihan model ini adalah (1) anak dapat lebih mendapat
layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke jauh karena sudah ada
petugas/guru khusus yang mendatanginya, (2) anak-anak bisa saling berkomunikasi
dengan sesama ABK dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga
dapat memicu semangat belajar, (3) anak-anak memperoleh pengetahuan
dan keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
Kelemahannya adalah (1) layanan pendidikan dengan guru
kunjung dalam banyak hal masih sulit diterapkan karena memerlukan
jaringan kerjasama berbagai pihak, (2) ABK di daerah terpencil,
pedalaman, atau di tempat terasing lain keberadaannya terpencar-pencar
sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran, (3)
orangtua anak ABK di daerah terpencil umumnya masih rendah kesadarannya
untuk mengirimkan anaknya ke sanggar belajar, dan (4) masalah transportasi
adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua untuk mengirimkan anaknya
belajar ke sanggar belajar.
5.
Model
pendidikan terpadu / integrasi
Bentuk layanan
pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan
anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi
anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu
atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu
sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana
keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh,
sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem
keterpaduan secara penuh dan sebagaian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam
satu kelas maksimal 10 % dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu
kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru
kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam
kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus,
di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi
sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan
khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang
bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
kelebihan model
ini adalah (1) anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka
bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok
pemisah yang tegas,(2) dari perkembangan sosial, anak lebih mudah
berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal
di sekolah tersebut, (3) secara psikologis, anak merasa percaya diri dan
dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka
yang berkategori normal.
kelemahan,
adalah (1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat
belajar, (2) dalam kondisi tertentu, anak menjadi bahan olok-olokan
egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi
tertekan, dan (3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK
di sekolah tersebut tidak selalu ada .
izin copas ya mba, kalau boleh usul cantumkan juga daftar pustakanya
BalasHapusgood articel...ilmu jdi nambah....
BalasHapus...mampir ya ke blog aq...
http://liriklagurilisbaru.blogspot.co.id/2016/12/24k-magic-lyricssealvyblogers.html?m=1
atau
http://jangangamo.blogspot.com/2016/11/tanda-cowok-sudah-mulai-bosan-warning.html?m=1..kasihh
Alhamdulillah dapat menambah wawasan kami ttg ABK dan GPK karena sekolah kami adalah jg memberi pelayanan utk ABK, trmksh
BalasHapusTerimakasih ini sangat membantu Mata kuliah says,,yg kebeteluan d dlmnya membahas tentang ABK
BalasHapus