Blogger Widgets

Sabtu, 16 Mei 2015

Peran Bahan Pembelajaran Dalam Kegiatan Pembelajaran



2.1 Peran Bahan Pembelajaran dalam Kegiatan Pembelajaran.
            Bahan merupakan komponen yang akan dirubah dijadikan barang/produk jadi. Itu berarti bahan harus ada setiap akan melaksanakan produksi barang tertentu. Misalnya, untuk membuat baju diperlukan bahan yang disebut kain. Mungkinkah membuat baju tanpa kain? .
            Dalam konteks pembelajaran, bahan pembelajaran merupakan komponen yang harus ada dalam proses pembelajaran, karena bahan pembelajaran merupakan suatu komponen yang akan/harus dikaji, dicermati, dipelajari dan dijadikan materi yang akan dikuasai oleh siswa dan sekaligus dapat memberikan pedoman untuk mempelajarinya. Tanpa bahan pembelajaran maka pembelajaran tidak akan menghasilkan apa-apa.
            Sebagai ilustrasi, Bapak Budiman adalah guru kelas III sekolah dasar. Sewaktu akan mengajarkan sebuah pokok bahasan bidang studi matematika untuk siswa kelas III, pak Budiman mencari sumber materi dari buku matematika kelas III terbitan Erlangga. Menurut Anda, sebaiknya pak Budiman langsung menyampaikan buku matematika terbitan Erlangga kepada para siswanya, apa harus dilengkapi dari sumber materi yang lain dan didesain dalam bentuk bahan pembelajaran baru yang lebih mantap dan lebih mudah dipahami siswa? Jawabnya adalah bisa kedua-duanya. Buku Erlangga langsung dijadikan bahan pembelajaran, karena buku tersebut memang sudah “didesain” sebagai bahan pembelajaran untuk kelas III. Tetapi bapak Budiman dapat memilih alternative kedua yaitu membuat “desain” baru atau bahan pembelajaran baru yang lebih cocok dengan kondisi para siswanya dan lingkungan sekolahnya. Misalnya melengkapi buku Erlangga tersebut dengan alat peraga yang diambil dari lingkungan sekolah, dilengkapi dengan sumber materi dari buku terbitan lain yang lebih sesuai dengan kondisi siswa dan sekolah. Atau pak Budiman membuat bahan pembelajaran cetak/modul kecil untuk para siswanya.
            Sebenarnya Bahan Pembelajaran merupakan faktor eksternal siswa yang mampu memperkuat motivasi internal untuk belajar. Salah satu cara pembelajaran yang mampu mempengaruhi aktivitas pembelajaran adalah dengan memasukkan bahan pembelajaran dalam aktivitas tersebut. Bahan pembelajaran yang didesain secara lengkap, dalam arti ada unsur media dan sumber belajar yang memadai akan mempengaruhi suasana pembelajaran sehingga proses belajar yang terjadi pada diri siswa menjadi lebih optimal. Dengan bahan pembelajaran yang didesain secara bagus dan dilengkapi isi dan ilustrasi yang menarik akan menstimulasi siswa untuk memanfaatkan bahan pembelajaran sebagai bahan belajar atau sebagai sumber belajar. Bahan pembelajaran dapat “didesain” dalam berbagai macam format. Ada bahan pembelajaran dalam bentuk bahan cetak, audio, video, bahan pembelajaran berbasis computer (CAI), dan berbagai bentuk alat peraga dan media pembelajaran. Dan dari beberapa format tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua macam, yaitu format bahan pembelajaran dengan komponen lengkap dan komponen tidak lengkap. Bahan pembelajaran dalam bentuk komponen lengkap, didesain untuk pembelajaran mandiri, sedang bahan pembelajaran komponen tidak lengkap adalah bahan pembelajaran dalam bentuk alat peraga/media pembelajaran yang digunakan guru sebagai alat Bantu factor pendukung komonen pembelajaran yang lain.
            Secara konseptual, bahan pembelajaran mempunyai multi peran, sesuai jenis bahan pembelajarannya. Bahan pembelajaran dalam bentuk alat peraga, peran utamanya adalah meragakan sesuatu pengertian yang abstrak agar menjadi konkrit. Dalam pembelajaran, alat peraga berfungsi untuk menghilangkan verbalisme, memudahkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang sulit dan abstrak. Bahan pembelajaran dalam bentuk media pembelajaran berfungsi sebagai perantara dalam komunikasi pembelajaran, karena pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antara siswa dengan sumber pesan pembelajaran. Pesan pembelajaran yang didesain dalam bentuk media pembelajaran akan membuat komunikasi pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Efisiensi dan efektivitas pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang dipelajari, dan respon siswa yang didasarkan atas pemahaman materi pelajaran yang dipelajari. Bahan pembelajaran dapat juga dalam bentuk berbagai sumber belajar, artinya bahan pembelajaran yang digunakan bahan acuan atau sebagai sumber materi dari mana siswa mendapatkan bahan yang dipelajari. Dalam aktivitas pembelajaran seringkali guru memerlukan sumber belajar atau bahan materi yang akan diajarkan atau untuk dipelajari siswa, sehingga guru harus menunjukkan kepada siswa dari mana sumber materi harus diperoleh.
            Dalam konteks bahan pembelajaran sebagai sumber belajar, maka bahan pembelajaran lebih berperan pasif, karena bahan pembelajaran lebih sebagai sesuatu yang dicari dan digunakan sebagai sumber dari materi yang akan dikaji atau dipelajari. Atas dasar peran bahan pembelajaran baik sebagai alat peraga, sebagai media pembelajaran maupun sebagai sumber belajar, maka pada garis besarnya bahan pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.
1. Bahan pembelajaran dapat berperan sebagai bahan belajar mandiri, apabila bahan pembelajaran didesain secara lengkap. Bahan pembelajaran ini dilengkapi dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai, materi pelajaran yang diuraikan dalam kegiatan belajar, ilustrasi media, prosedur pembelajaran, latihanmyang harus dikerjakan dilengkapi rambu jawaban, tes formatif dilengkapi dengankunci jawaban, umpan balik, daftar pustaka. Misalnya, modul pembelajaran,audio pembelajaran, video/CD pembelajaran, dan CAI.
2. Bahan pembelajaran dapat berperan sebagai alat peraga pembelajaran, apabila bahan pembelajaran berbentuk alat bantu untuk meragakan suatu arti/pengertian. Jadi peran bahan pembelajaran ini adalah membantu guru dalam mengajar di kelas. Misalnya, model kerangka manusia, model bumi/globe, herbarium, insektarium, bak pasir, ritatoon dan rotation, dan sebagainya. Bahan pembelajaran ini tidak dilengkapi komponen-komponen pembelajaran yang lain.
3. Bahan pembelajaran dapat berperan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran, apabila bahan pembelajaran digunakan sebagai bahan acuan dalam membahas suatu topic materi pembelajaran. Contoh, “Modul Belajar dan Pembelajaran” digunakan sebagai sumber belajar/sumber bahan dalam membahas “Pentingnya Media dalam Pembelajaran”.
            Bahan pembelajaran dalam bentuk alat peraga pembelajaran dan media pembelajaran diklasifikafikan dalam beberapa kelompok:
1.      Bahan pembelajaran berbentuk media visual, seperti gambar, foto, peta, globe,dsb.
2.      Bahan pembelajaran audio, seperti radio, CD audio, kaset rekaman, piringan hitam, dsb.
3.      Bahan pembelajaran audio-visual, seperti televisi, film, video, CD audio-visual, dsb.
4.      Bahan pembelajaran dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diperoleh dari lingkungan sekitar.
5.      Bahan pembelajaran cetak, seperti buku, modul, surat kabar, majalah, bulletin, LKS (Lembar Kerja Siswa), dsb.
            Sebagaimana klasifikasi format pengembangan bahan pembelajaran, maka bahan pembelajaran tersebut di atas dapat dikembangkan dengan format pengembangan dengan komponen lengkap dan komponen tak lengkap. Coba dari klasifikasi alat peraga dan media pembelajaran tersebut di atas, mana saja yang termasuk dapat didesain dengan format lengkap dan tak lengkap? Benar sekali, bahwa modul, audio/radio pembelajaran, video pembelajaran, CD pembelajaran adalah kelompok bahan pembelajaran yang didesain dengan format komponen lengkap. Sedang alat peraga dan media lainnya termasuk bahan pembelajaran yang didesain dengan format tak lengkap.
            Bahan pembelajaran dalam bentuk sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk sumber belajar, yaitu sumber belajar yang dirancang (by design) dan sumber belajar yang dimanfaatkan (by utilization). Baik sumber belajar dalam ujud manusia (human recourses) maupun sumber belajar bukan manusia (non human recourses). Bahan pembelajaran cetak seperti modul adalah sumber belajar non human yang dirancang/didesain untuk pembelajaran, sedang alam sekitar adalahncontoh sumber belajar non manusia yang tinggal dimanfaatkan (by utilization). Guru adalah contoh sumber belajar human yang dirancang (by design) lewat pendidikan guru, sedang pembelajaran dengan menghadirkan dokter untuk mengajarkan materi tentang hidup bersih adalah contoh sumber belajar human yang dimanfaatkan (by utilization), karena dokter tidak dirancang untuk menjadi guru.

2.2 Hubungan Alat peraga, Media pembelajaran Sumber belajar, dan Bahan pembelajaran.
a.       Alat peraga
            Kata “Alat peraga” diperolah dari dua kata alat dan peraga. Kata utamanya adalah peraga yang artinya bertugas “meragakan” atau membuat bentuk “raga” atau bentuk “pisik” dari suatu arti/pengertian yang dijelaskan. Bentuk pisik itu dapat berbentuk benda nyatanya atau benda tiruan dalam bentuk model atau dalam bentuk gambar visual/ audio visual. Contoh, alat peraga untuk meragakan binatang ya binatang itu sendiri, atau patung binatang itu, atau gambar tentang binatang tersebut. Jadi sekali lagi alat peraga adalah alat yang dipergunakan untuk meragakan benda yang diterangkan, baik dalam bentuk benda nyata, tiruan/modelnya, atau gambar visual/audio visualnya.
            Alat peraga dapat dimasukkan sebagai bahan pembelajaran apabila alat peraga tersebut merupakan desain materi pelajaran yang diperuntukkan sebagai bahan pembelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran klasikal, guru menggunakan alat peraga yang berisi materi yang akan dijelaskan dalam pembelajaran. Jadi alat peraga yang digunakan guru tersebut memang berbentuk desain materi yang akan disajikan/dijelaskan guru, sehingga sangat membantu dalam meragakan pengertian materi pembelajaran. Contoh kongkritnya, guru membawa alat peraga globe untuk menjelaskan bentuk bumi dengan segala penjelasannya.
b.      Media pembelajaran
            Kata “Media” berasal dari kata “Medium” yang berarti perantara atau pengantar dalam menyampaikan pesan komunikasi. Jadi media pembelajaran adalah segala bentuk perantara atau pengantar penyampaian pesan dalam proses komunikas pembelajaran. Papan tulis yang ada di ruang kelas dapat berperan sebagai media pembelajaran, karena sering digunakan guru menjadi perantara dalam menyampaikan pesan-pesan bidang studi, yaitu sering digunakan menyajikan materi matematika, IPA, IPS, Bahasa, PPKn, dan sebagainya. Sekarang kita kembali ke globe di atas, dapat berperan sebagai alat meragakan bentuk bumi, tapi juga dapat berperan untuk media pembelajaran. Misalnya sebagai perantara penyampaian pesan bagian bumi, garis lintang dan bujur, pembagian waktu di dunia dan seterusnya.
            Jadi perbedaan antara alat peraga dan media terletak pada fungsi suatu benda. Benda yang sama bisa berperan secara berbeda karena difungsikan berbeda oleh guru dalam pembelajaran. Televisi misalnya dapat sebagai alat peraga, yaitu bila digunakan guru untuk meragakan alat komunikasi yang disebut televisi. Tapi televisi juga dapat digunakan sebagai media, yaitu apabila televisi tersebut untuk mengantarkan /menyampaikan banyak pesan pendidikan.
            Media pembelajaran juga termasuk dalam kategori bahan pembelajaran, apabila media pembelajaran diperankan sebagai desain materi pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya, media televisi yang didesain sebagai komponen monitor yang dihubungkan dengan VCD/CD player dalam penyajian program pembelajaran dalam bentuk VCD/CD pembelajaran yang dipersiapkan untuk pembelajaran, baik pembelajaran klasikal, kelompok ataupun mandiri.
c.       Sumber belajar
            Sumber belajar adalah semua hal yang digunakan sebagai tempat dimana informasi/pesan/materi belajar dapat diperoleh. Sumber belajar dapat diperoleh dari segala benda yang berada di sekitar siswa yang belajar. Sumber belajar dapat berupa manusia (human resources) dan benda lain yang bukan bukan manusia (unhuman resources). Adapun cara mendapatkan sumber belajar, dapat melalui sumber belajar yang dirancang (by design) dan juga dengan sumber belajar yang tinggal dimanfaatkan (by utilization).
            Buku Modul adalah contoh sumber belajar yang dirancang (by design), karena buku modul memang dirancang untuk sumber belajar, khususnya untuk belajar mandiri. Tapi apakah buku modul termasuk bahan pembelajaran? Ya, buku modul termasuk bahan pembelajaran karena buku modul (sebagai sumber belajar) itu didesain untuk bahan pembelajaran yang harus dikaji, ditelaah oleh siswa dalam proses pembelajaran. Sedang buku teks yang sudah ada di perpustakaan atau dimana saja, dapat dimanfaatkan (by utilization) sebagai sumber belajar dalam pembelajaran.
            Begitu juga guru, dapat diposisikan sebagai sumber belajar dalam bentuk human yang dirancang melalui pendidikan keguruan. Tetapi pemuka masyarakat (misalnya: dokter, polisi, sdb) yang dihadirkan dalam pembelajaran di sekolah merupakan sumber belajar bentuk human yang hanya dimanfaatkan dalam pembelajaran di sekolah. Termasuk alat peraga dan media pembelajaran yang telah ada juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
            Pada prinsipnya antara alat peraga, media pembelajaran, sumber belajar dan bahan pembelajaran, meskipun secara kebendaan bisa sama, tetapi keempatnya mempunyai hubungan yang erat, meskipun secara fungsional dalam pembelajara ada perbedaan. Suatu benda dapat difungsikan sebagai alat peraga sekaligus sebagai media, sumber belajar dan sekaligus sebagai bahan pembelajaran. Sebuah ilustrasi berikut ini akan memberikan pemahaman Anda tentang hubungan antara alat peraga, media dan sumber belajar, dan bahan pembelajaran.
            Sebuah modul pembelajaran atau bahan pembelajaran cetak telah disusun dengan desain yang bagus untuk belajar mandiri. Anda tahu kan bahwa Modul termasuk media cetak? Tetapi karena di dalam uraian materi dilengkapi dengan ilustrasi visual dengan gambar, foto dan grafik, maka modul juga menyajikan alat peraga visual sebagai alat bantu menjelaskan materi. Selain itu pada modul tersebut disajikan juga sumber acuan dari mana bahan yang digunakan sebagai sumber materi itu. Pada modul tersebut juga ada tugas/latihan yang menganjurkan pada siswa untuk mengamati kejadian di sekitar sebagai tugas mencari sumber belajar di luar modul.
            Jadi dari ilustrasi tersebut, Anda mendapatkan pemahaman bahwa antara bahan pembelajaran, alat peraga, media pembelajaran, dan sumber belajar memiliki hubungan yang saling mendukung. Ilustrasi di atas menujukkan bahwa bahan pembelajaran cetak modul desainnya dilengkapi dengan alat peraga atau media visual dalam bentuk gambar, foto dan grafik, dan menggunakan buku acuan sebagai sumber bahan dan mencantumkan tugas/latihan kepada siswa untuk mencari sumber belajar di luar modul dengan mengamati kejadian di sekitar siswa.
            Suatu saat pak Budiman guru kelas I Sekolah Dasar mengajar matematika tentang menghitung bilangan 1 sampai 10. Pak Budiman membawa alat peraga berupa 10 jenis buah-buahan sebagai bahan pembelajaran. Dalam proses pembelajarannya Pak Budiman mengajak siswa kelas I mengamati warna buah, menghitung jumlah buah, menambah dan mengurangi dengan variasi buahnya. Setelah selesai pembelajaran pak Budiman menugasi siswa untuk mencari sumber belajar lain berupa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang ada di sekitar siswa dan jumlahnya harus sepuluh saja.
            Sekarang coba Anda jelaskan hubungan antara alat peraga, media pembelajaran, sumber belajar dan bahan pembelajaran dari ilustrasi di atas! Ya benar, ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa alat peraga, media pembelajaran dan sumber belajar didesain oleh pak Budiman sebagai bahan pembelajaran yang saling melengkapi. Hal tersebut dimaksudkan agar pemahaman siswa kelas I yang diajar pak Budiman terhadap materi hitung-menghitung bilangan 1 sampai 10 menjadi lebih mudah dan lebih lengkap.
            Bahan pembelajaran yang baik dan lengkap seharusnya dilengkapi ilustrasi dan tugas atau latihan serta aktivitas lain yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi dan kompetensi yang dipelajari. Jadi ilustrasi, tugas/latihan, aktivitas lain dan evaluasi yang dimasukkan sebagai kelengkapan aktivitas belajar siswa bisa berfunsi sebagai materi penguat (reinforcement).
 

Rabu, 14 Januari 2015

LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


konsep layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

A.      Pengertian layanan
Layanan adalah suatu jasa yang diberikan oleh sesesorang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam layanan terdapat hubungan timbal balik antara yang memberi layanan dan yang membutuhkan layanan, jadi layanan diberikan berdasarkan kebutuhan.
Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai
(1)  cara melayani.
(2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang).
(3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
Layanan pendidikan merupakan satu kajian penting untuk memenuhi kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.

B.       Layanan bagi anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbatasan atau hambatan dalam segi fisik, mental-intelektual, maupun sosial emosional. Kondisi yang demikian, baik secara langsung atau tidak berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka. Untuk itu layanan sangat diperlukan bagi mereka, untuk dapat menjalani kehidupannya secara wajar.
Secara umum kondisi anak-anak berkebutuhan khusus memang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Namun keadaan yang demikian, bukan berarti layanan yang diberikan selalu berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mungkin saja anak anak berkebutuhan khusus secara umum memerlukan layanan sebagaimana anak anak pada umumnya (ini juga dapat lihat pada standar isi kurikulum 2005 yang terstandarkan untuk anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunalaras), dan hanya pada beberapa bidang yang memerlukan layanan atau pendampingan khusus. Artinya, untuk beberapa jenis anak berkebutuhan tersebut sebagian besar dapat mengikuti layanan pendidikan sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Dari segi waktu, pemberian layanan pada anak berkebutuhan khusus juga sangat bervariasi. Tidak semua anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan sepanjang hidupnya, ada kalanya layanan bagi mereka bersifat temporer. Anak-anak mungkin hanya membutuhkan layanan dalam beberapa periode waktu. Contohnya anak-anak tunanetra membutuhkan layanan orientasi dan mobilitas hanya diperlukan pada tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar. 


Demikian juga bina komunikasi untuk anak tunarungu, bina diri dan gerak untuk anak tunadaksa, bina diri dan sosial untuk anak tunalaras. Namun untuk anak anak yang berklasifikasi berat, memerlukan berbagai layanan yang lebih lama untuk menumbuhkan kemandirian mereka.
Ada beberapa jenis layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup:
1.      layanan medis dan fisiologis
2.      layanan sosial-psikologis
3.      layanan pedagogis/pendidikan
Jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing, dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anak

model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus


A.      Model layanan anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus  memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam,  baik dari  segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model  layanan pendidikan tersebut,   dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.  Ada beberapa  model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini.

1.      Model Segregasi
Model segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Dalam praktiknya,  masing-masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususanya tersebut. Contohnya : SLB/A, lembaga pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya.
Kelebihan dari model ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan  semangat menyongsong  kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya  yang sama-sama mengalami/menyandang ketunaan, (3) anak  termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan  anak lebih mudah bersosialisasi  tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak  lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya  di masyarakat, dan  (3) anak  merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkelainan.

2.      Model Kelas Khusus
Sesuai dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum/regular. Keberadaan kelas khusus tidak bersifat permanen,  melainkan didasarkan pada ada / tidaknya anak-anak yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut. Pada kelas khusus biasanya  terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual  (individualized instruction)  karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.
kelebihan model ini adalah (1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan relative homogen, (2) potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya  menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil, (3) secara  sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan diri karena berada dalam lingkungan yang normal.
Kelemahannya adalah (1) anak berkebutuhan khusus kadang- masih mendapatkan stigma negative dari sebagian temannya  sehingga dapat mengganggu/ menghambat perkembangan belajarnya, (2) anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus. dan (3) sebahagian orangtua  kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak berkebutuhan khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus dalam kelas khusus.

3.      Model Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Oleh karena itu,  dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut,  maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988).
Kelebihan Model ini adalah (1) anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja, (2) dalam  perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan komunikasi dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya, dan (3) secara psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri, menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
Kelemahan (1) anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang terpisah dari anak yang, (2) anak merasakan terbatas dalam mengembangkan interaksi dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal, karena anak-anak dikelompokkan berdasarkan jenis ketunaan tertentu,  sehingga kadang-kadang timbul sikap permusuhan diantara kelompok mereka.

4.      Model Guru Kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang  ada atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan  atau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus. Di tempat-tempat tersebut dibentuk sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi  kelompok belajar yang menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD  terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat.
Kelebihan model ini adalah (1) anak dapat lebih  mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke  jauh karena sudah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya, (2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat  belajar, (3) anak-anak  memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
Kelemahannya adalah (1) layanan pendidikan dengan  guru kunjung dalam banyak hal masih sulit diterapkan  karena memerlukan jaringan kerjasama  berbagai pihak, (2) ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain  keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran, (3) orangtua anak ABK di daerah terpencil  umumnya masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar  belajar, dan (4) masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar.

5.      Model pendidikan terpadu / integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagaian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10 % dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
kelebihan model ini adalah (1)  anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas,(2) dari  perkembangan sosial, anak lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut, (3) secara  psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang berkategori normal.
kelemahan, adalah (1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat belajar, (2) dalam kondisi tertentu, anak   menjadi bahan olok-olokan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi tertekan, dan (3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada .